PENGACARA INDONESIA – Dalam pasal 32 ayat (1) Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat (UU Advokat) menjelaskan perihal persamaan antara Advokat dan pengacara. Kesamaan itu teletak pada maknanya, dimana keduanya merupakan penasihat hukum, konsultan hukum, dan juga praktik pengacara. Namun sebenarnya keduanya memiliki makna yang berbeda. Lalu, apa saja perbedaan advokat dan pengacara? Yuk, simak perbedaannya berikut ini.
Baca Juga: Jasa Pengacara Hukum Profesional
Perbedaan Antara Advokat dan Pengacara
1. Menurut Istilah
Advokat yaitu orang yang memegang izin atas jasa hukum yang berada di pengadian. Berdasarkan surat keputusan Meneri Kehakiman dan juga memiliki wilayah untuk seluruh Republik Indonesia.
Jasa hukum tersebut diberikan pada waktu seseorang memiliki agenda hukum, baik perdata ataupun hukum pidana. Selain itu jasa hukum tersebut diakukan ketika berada di dalam meupun atau pun di luar lokasi kewenangan pengadilan umum, pengadilan tata usaha, atau pengadilan agama.
Sedangkan pengacara merupakan orang yang bisa memberi izin praktek atau beracara yang sesuai dengan surat izin praktek yang terdapat pada wilayah pengadilan tersebut. Jadi, pengacara memiliki wilayah yang cenderung lebih sempit, namun dapat memberikan jasa hukum selama klien tersebut mengantongi izin dari peradilan setempat.
Selain itu perbedaan advokat dan pengacara ini juga terdapat pada Reglement op de Rechterike Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57) pasal 185-192 dengan berbagai penambahan dan perubahannya.
2. Menurut Lokasi Praktik
Seorang advokat diberikan izin untuk memberi jasa hukum di pengadilan seta dapat beracara di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan untuk pengacara hanya dapat diberi izin pengadilan daerah setempat.
3. Deskripsi Karier
Pengacara juga bisa disebut sebagai advokat, yang merupakan sebagai profesi yang menawarkan jasa hukum yang terdapat dalam maupun di luar pengadilan. Jasa hukum yang diberikan dapat berupa bantuan hukum, konsultasi hukum, mewakili, menajalankan kuasa, membela, dan mendampingi, atau pun tindak hukum lainnya.
Pengacara juga dapat memberikan negoisasi, konsultasi, pembuatan dokumen, dan surat perjanjian seperti surat wasiat, penyelesaian serta perselisihan dengan musyawarah.
4. Kode Etik
Sebagaimana mestinya advokat dan pengacara juga memiliki kode etik. Dalam menjalankan profesinya yang berada di bawah perlindungan hukum, kode etik, undang-undang, seta memiliki kebebasan yang berdasarkan pada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh pada kemandirian.
Kode etik advokat Indonesia merupakan sebagai hukum tetinggi dalam menjalankan profesi yang menjamin seta melindungi dan membebankan kawajiban pada setiap advokat untuk bersikap jujur dan juga bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya. Hal itu baik pada pengadilan, klien, masyarakat atau kepada negara terutama kepada dirinya senidiri.
Kode etik Pengacara dibuat oleh Komite Kerja Advokat Indonesia yang didasari pada UU Nomor 18 tahun 2003 pasal 26 ayat 1 yang berbunyi “Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat, disusun kode etik profesi advokat oleh organisasi advokat.”
Advokat dan pengacara memiliki setidaknya empat kode etik, hal ini disampaikan oleh Bootcamp Young Lawyer Academy yang diselengarakan di Legalo, Jakarta. Tujuan dari kode etik sendiri adalah memberikan jasa sebaik-baiknya kepada para pemakai jasa. Selain itu fungsi dari kode etik itu sendiri adalah sebagai sarana untuk menghubungkan nilai dan juga norma dengan keporfesian. Itulah beberapa perbedaan advokat dan pengacara yang bisa kita pahami.